expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Senin, 25 Desember 2017

ETIKA DALAM KANTOR AKUNTAN PUBLIK

            Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajer dan pemegang saham. Untuk itu diperlukan pihak ketiga (Akuntan Publik) yang dapat memberi keyakinan kepada investor dan kreditor bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen dapat dipercaya. Dalam melaksanakan tugas auditnya seorang auditor harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Selain standar audit, seorang auditor juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian professional, kerahasiaan, perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya. 
            Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Adapun pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan akuntan publik baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Skandal di dalam negeri misalnya pada kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam (Christiawan,2003). 
            Berbagai pandangan tentang kualitas audit dikemukakan oleh para ahli, De Angelo (1981) menyatakan bagaimana seorang auditor akan menemukan lalu melaporkan penyimpangan yang ditemui saat pemeriksaan laporan keuangan. Menurut Rosnidah (2010) adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai dengan standar sehingga mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan klien. Selain itu AAA Financial Accounting Committe (2000) dalam Christiawan (2003:83) menyatakan bahwa “Kualitas audit ditentukan oleh 2 hal yaitu kompetensi dan independensi”. Selanjutnya menurut Hidayat (2011) selain kompetensi dan independensi kualitas auditor juga dipengaruhi oleh profesionalisme. 
            Berkenaan dengan tersebut Bedard (1986) dalam Lastanti (2005:88) mengartikan kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit. Dalam melaksanakan audit, auditor harus bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya melalui pengalaman dan praktek audit (SPAP,2011). Selain itu auditor harus menjalani pelatihan teknis maupun pendidikan umum. Dengan demikian auditor harus memiliki kompetensi dalam pelaksanaan pengauditan agar dapat menghasilkan audit yang berkualitas. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Alim dkk (2007); Elfarini (2007); Efendy (2010); Indah (2010); Irwansyah (2010) menyatakan bahwa kompetensi mempengaruhi kualitas suatu audit. Sebaliknya Budi (2004) dan Oktavia (2006) menyatakan bahwa kompetensi tidak mempengaruhi kualitas suatu audit. 
            Namun sesuai dengan tanggungjawabnya untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan suatu perusahaan maka akuntan publik tidak hanya perlu memiliki kompetensi atau keahlian saja tetapi juga harus independen dalam melakukan audit, karena tanpa adanya independensi masyarakat tidak dapat mempercayai hasil audit. Dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya (Indah,2010). Pernyataan diatas di dukung dengan hasil penelitian oleh Harhinto (2004); Alim dkk (2007); Elfarini (2007); Indah (2010); Irwansyah (2010). Tetapi sebaliknya Samelson et al (2006); Purnomo (2007); Efendy (2010); Haryani (2011) dan Rahmawati (2011) menemukan bahwa independensi tidak mempengaruhi kualitas audit.
             Tidak hanya kompetensi dan independensi, seorang auditor juga harus mempunyai sikap profesionalisme. Yang menurut Arens & Loobecke (2009) profesionalisme adalah suatu tanggung jawab yang dibebankan lebih dari sekedar dari memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari sekedar dari memenuhi Undang-undang dan peraturan masyarakat. Profesionalisme ini menjadi syarat utama bagi seseorang auditor eksternal seperti auditor yang terdapat pada Kantor Akuntan Publik (KAP). Sebab dengan profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor akan semakin terjamin. Untuk menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab yang semakin luas, auditor eksternal harus memiliki wawasan yang luas tentang kompleksitas organisasi modern. Penelitian yang dilakukan oleh Irwansyah (2010); Martiyani (2010); Nisfusa (2010); Rosnidah dkk (2010); Setiawan (2012) menunjukkan bahwa profesionalisme mempengaruhi kualitas audit. Tetapi Wahyudi (2006); Hidayat (2011) menyatakan bahwa profesionalisme tidak mempengaruhi kualitas audit. 
            Kualitas auditor sebagai kemungkinan auditor untuk menemukan pelanggaran atau kesalahan pada sistem akuntansi klien dan melaporkan pelanggaran tersebut (De Angelo, 1981) Kedua hal tersebut merupakan mutlak dan tidak dapat dipisahkan dari pengertian kualitas auditor. Menurut Rosnidah (2010) kualitas audit adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai dengan standar sehingga mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan klien. Kualitas audit menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu. 
            Dari pengertian kualitas audit di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas audit merupakan segala kemungkinan dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya dalam bentuk laporan keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan. 

Sumber : 

R Agusti, NP Pertiwi - Jurnal Ekonomi, 2013 - ejournal.unri.ac.id

ETIKA DALAM AUDITING

         Kualitas Audit De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa KAP yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan KAP yang kecil. Deis dan Giroux (1992) melakukan penelitian tentang empat hal dianggap mempunyai hubungan dengan kualitas audit yaitu (1) lama waktu auditor telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan (tenure), semakin lama seorang auditor telah melakukan audit pada klien yang sama maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin rendah, (2) jumlah klien, semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya, (3) kesehatan keuangan klien, semakin sehat kondisi keuangan klien maka akan ada kecenderungan klien tersebut untuk menekan auditor agar tidak mengikuti standar, dan (4) review oleh pihak ketiga, kualitas sudit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga. 
          Penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari (2003) menguji pengaruh independensi dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan. Hasil penelitian ini mendukung hipotesa bahwa spesialisasi auditor berpengaruh positif terhadap integritas laporan keuangan, serta independensi berpengaruh negatif terhadap integritas laporan keuangan. Selain itu, mekanisme corporate governance berpengaruh secara statistis signifikan terhadap integritas laporan keuangan meskipun tidak sesuai dengan tanda yang diajukan dalam hipotesa. Widagdo et al. (2002) melakukan penelitian tentang atribut-atribut kualitas audit oleh kantor akuntan publik yang mempunyai pengaruh terhadap kepuasan klien. 
           Terdapat 12 atribut yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (1) pengalaman melakukan audit, (2) memahami industri klien, (3) responsif atas kebutuhan klien, (4) taat pada standar umum, (5) independensi, (6) sikap hati-hati, (7) komitmen terhadap kualitas audit, (8) keterlibatan pimpinan KAP, (9) melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat, (10) keterlibatan komite audit, (11) standar etika yang tinggi, dan (12) tidak mudah percaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 7 atribut kualitas audit yang berpengaruh terhadap kepuasan klien, antara lain pengalaman melakukan audit, memahami industri klien, responsif atas kebutuhan klien, taat pada standar umum, komitmen terhadap kualitas audit dan keterlibatan komite audit. Sedangkan 5 atribut lainnya yaitu independensi, sikap hati-hati, melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat, standar etika yang tinggi dan tidak mudah percaya, tidak berpengaruh terhadap kepuasan klien. 

Etika Auditor 
           Etika berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana orang akan berperilaku terhadap sesamanya (Kell et al., 2002). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) etika berarti nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Maryani dan Ludigdo (2001) mendefinisikan etika sebagai seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan manusia atau masyarakat atau profesi. 
             Penelitian yang dilakukan Maryani dan Ludigdo (2001) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang dianggap paling dominan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis akuntan. Hasil yang diperoleh dari kuesioner tertutup menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga, pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan. 
            Sedangkan hasil yang diperoleh dari kuesioner terbuka menunjukkan bahwa terdapat 24 faktor tambahan yang juga dianggap berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan dimana faktor religiusitas tetap merupakan faktor yang dominan. 

Sumber : 

MN Alim, T Hapsari, L Purwanti - Simposium Nasional Akuntansi X, 2007 - academia.edu

KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI

Etika profesi akuntansi yaitu suatu ilmu yang membahas perilaku atau perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai akuntan.

Seperti yang disebutkan di atas, etika ini mengatur bagaimana seorang akuntan melakukan pekerjaannya. Tanpa kode etik, seorang akuntan bisa saja langsung diberhentikan. Karena dalam profesi akuntansi, skandal yang bertentangan dengan kode etik merupakan masalah besar. Itulah sebabnya Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) megeluarkan kode etik yang harus dipatuhi oleh akuntan. Terdapat delapan prinsip dasar etika profesi akuntansi yang harus dipahami oleh setiap akuntan yang menjalankan pekerjaannya. 
  
Perilaku Profesional 
Setiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi sebagai perwujudan tanggungjawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja, dan masyarakat umum. Dalam upaya memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaan, akuntan professional sangat tidak dianjurkan mencemarkan nama baik profesi. Akuntan wajib mempunyai sikap jujur dan dapat dipercaya. 
Tanggung Jawab Profesi
Seorang akuntan dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional, harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional terhadap semua kegiatan yang dilaksanakannya. Anggota memiliki tanggung jawab kepada pemakai jasa mereka dan tanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota demi mengembangkan profesi akuntansi serta memelihara kepercayaan masyarakat. Semua usaha tersebut diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi. 
Standar Teknis 
Setiap kegiatan harus mengikuti standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan berkewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa, selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan. 
Kepentingan Publik 
Anggota akuntan profesional berkewajiban untuk bertindak dalam rangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik serta menunjukkan sikap profesionalisme. Salah satu ciri dari profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan juga memegang peranan penting di masyarakat. Arti publik dari profesi akuntan meliputi klien, pemerintah, pemberi kredit, pegawai. Investor, dunia bisnis dan pihak-pihak yang bergantung kepada integritas dan objektivitas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis dengan tertib. 
Integritas 
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. 
Kerahasiaan 
 Prinsip kerahasiaan mengharuskan setiap akuntan untuk tidak melakukan hal berikut ini.
a. mengungkapkan informasi rahasia yang diperolehnya dari hubungan profesional dan hubungan bisnis pada pihak di luar kantor akuntan atau organisasi tempat akuntan bekerja tanpa diberikan kewenangan yang memadai dan spesifik, terkecuali jika mempunyai hak dan kewajiban secara hukum atau profesional untuk mengungkapkan kerahasiaan tersebut.
b. Menggunakan informasi rahasia untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga. Informasi yang diperoleh baik melalui hubungan profesional maupun hubungan bisnis.
 Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau di bawah pengaruh pihak lain. 
Kompetensi & Kehati-hatian Profesional
Prinsip kompetensi dan kehati-hatian professional mengharuskan setiap anggota akuntan untuk:
a. Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk menjamin pemberi kerja (klien menerima layanan yang profesional dan kompeten.
b. Bertindak tekun dan cermat sesuai teknis dan profssional yang berlaku ketika memberikan jasa profesional.

 Kesimpulan : 
 Etika profesi akuntansi sangat perlu diperhatikan oleh setiap akuntan untuk menghindari  hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan memahami etika profesi dengan baik, maka akuntan seharusnya dapat bekerja dengan maksimal, salah satunya dengan membuat laporan keuangan yang terperinci. 

Sumber : 
http://ejournal-binainsani.ac.id