expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Senin, 25 Desember 2017

ETIKA DALAM KANTOR AKUNTAN PUBLIK

            Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajer dan pemegang saham. Untuk itu diperlukan pihak ketiga (Akuntan Publik) yang dapat memberi keyakinan kepada investor dan kreditor bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen dapat dipercaya. Dalam melaksanakan tugas auditnya seorang auditor harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Selain standar audit, seorang auditor juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian professional, kerahasiaan, perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya. 
            Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Adapun pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan akuntan publik baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Skandal di dalam negeri misalnya pada kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam (Christiawan,2003). 
            Berbagai pandangan tentang kualitas audit dikemukakan oleh para ahli, De Angelo (1981) menyatakan bagaimana seorang auditor akan menemukan lalu melaporkan penyimpangan yang ditemui saat pemeriksaan laporan keuangan. Menurut Rosnidah (2010) adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai dengan standar sehingga mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan klien. Selain itu AAA Financial Accounting Committe (2000) dalam Christiawan (2003:83) menyatakan bahwa “Kualitas audit ditentukan oleh 2 hal yaitu kompetensi dan independensi”. Selanjutnya menurut Hidayat (2011) selain kompetensi dan independensi kualitas auditor juga dipengaruhi oleh profesionalisme. 
            Berkenaan dengan tersebut Bedard (1986) dalam Lastanti (2005:88) mengartikan kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit. Dalam melaksanakan audit, auditor harus bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya melalui pengalaman dan praktek audit (SPAP,2011). Selain itu auditor harus menjalani pelatihan teknis maupun pendidikan umum. Dengan demikian auditor harus memiliki kompetensi dalam pelaksanaan pengauditan agar dapat menghasilkan audit yang berkualitas. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Alim dkk (2007); Elfarini (2007); Efendy (2010); Indah (2010); Irwansyah (2010) menyatakan bahwa kompetensi mempengaruhi kualitas suatu audit. Sebaliknya Budi (2004) dan Oktavia (2006) menyatakan bahwa kompetensi tidak mempengaruhi kualitas suatu audit. 
            Namun sesuai dengan tanggungjawabnya untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan suatu perusahaan maka akuntan publik tidak hanya perlu memiliki kompetensi atau keahlian saja tetapi juga harus independen dalam melakukan audit, karena tanpa adanya independensi masyarakat tidak dapat mempercayai hasil audit. Dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya (Indah,2010). Pernyataan diatas di dukung dengan hasil penelitian oleh Harhinto (2004); Alim dkk (2007); Elfarini (2007); Indah (2010); Irwansyah (2010). Tetapi sebaliknya Samelson et al (2006); Purnomo (2007); Efendy (2010); Haryani (2011) dan Rahmawati (2011) menemukan bahwa independensi tidak mempengaruhi kualitas audit.
             Tidak hanya kompetensi dan independensi, seorang auditor juga harus mempunyai sikap profesionalisme. Yang menurut Arens & Loobecke (2009) profesionalisme adalah suatu tanggung jawab yang dibebankan lebih dari sekedar dari memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari sekedar dari memenuhi Undang-undang dan peraturan masyarakat. Profesionalisme ini menjadi syarat utama bagi seseorang auditor eksternal seperti auditor yang terdapat pada Kantor Akuntan Publik (KAP). Sebab dengan profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor akan semakin terjamin. Untuk menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab yang semakin luas, auditor eksternal harus memiliki wawasan yang luas tentang kompleksitas organisasi modern. Penelitian yang dilakukan oleh Irwansyah (2010); Martiyani (2010); Nisfusa (2010); Rosnidah dkk (2010); Setiawan (2012) menunjukkan bahwa profesionalisme mempengaruhi kualitas audit. Tetapi Wahyudi (2006); Hidayat (2011) menyatakan bahwa profesionalisme tidak mempengaruhi kualitas audit. 
            Kualitas auditor sebagai kemungkinan auditor untuk menemukan pelanggaran atau kesalahan pada sistem akuntansi klien dan melaporkan pelanggaran tersebut (De Angelo, 1981) Kedua hal tersebut merupakan mutlak dan tidak dapat dipisahkan dari pengertian kualitas auditor. Menurut Rosnidah (2010) kualitas audit adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai dengan standar sehingga mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan klien. Kualitas audit menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu. 
            Dari pengertian kualitas audit di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas audit merupakan segala kemungkinan dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya dalam bentuk laporan keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan. 

Sumber : 

R Agusti, NP Pertiwi - Jurnal Ekonomi, 2013 - ejournal.unri.ac.id

ETIKA DALAM AUDITING

         Kualitas Audit De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa KAP yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan KAP yang kecil. Deis dan Giroux (1992) melakukan penelitian tentang empat hal dianggap mempunyai hubungan dengan kualitas audit yaitu (1) lama waktu auditor telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan (tenure), semakin lama seorang auditor telah melakukan audit pada klien yang sama maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin rendah, (2) jumlah klien, semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya, (3) kesehatan keuangan klien, semakin sehat kondisi keuangan klien maka akan ada kecenderungan klien tersebut untuk menekan auditor agar tidak mengikuti standar, dan (4) review oleh pihak ketiga, kualitas sudit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga. 
          Penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari (2003) menguji pengaruh independensi dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan. Hasil penelitian ini mendukung hipotesa bahwa spesialisasi auditor berpengaruh positif terhadap integritas laporan keuangan, serta independensi berpengaruh negatif terhadap integritas laporan keuangan. Selain itu, mekanisme corporate governance berpengaruh secara statistis signifikan terhadap integritas laporan keuangan meskipun tidak sesuai dengan tanda yang diajukan dalam hipotesa. Widagdo et al. (2002) melakukan penelitian tentang atribut-atribut kualitas audit oleh kantor akuntan publik yang mempunyai pengaruh terhadap kepuasan klien. 
           Terdapat 12 atribut yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (1) pengalaman melakukan audit, (2) memahami industri klien, (3) responsif atas kebutuhan klien, (4) taat pada standar umum, (5) independensi, (6) sikap hati-hati, (7) komitmen terhadap kualitas audit, (8) keterlibatan pimpinan KAP, (9) melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat, (10) keterlibatan komite audit, (11) standar etika yang tinggi, dan (12) tidak mudah percaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 7 atribut kualitas audit yang berpengaruh terhadap kepuasan klien, antara lain pengalaman melakukan audit, memahami industri klien, responsif atas kebutuhan klien, taat pada standar umum, komitmen terhadap kualitas audit dan keterlibatan komite audit. Sedangkan 5 atribut lainnya yaitu independensi, sikap hati-hati, melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat, standar etika yang tinggi dan tidak mudah percaya, tidak berpengaruh terhadap kepuasan klien. 

Etika Auditor 
           Etika berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana orang akan berperilaku terhadap sesamanya (Kell et al., 2002). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) etika berarti nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Maryani dan Ludigdo (2001) mendefinisikan etika sebagai seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan manusia atau masyarakat atau profesi. 
             Penelitian yang dilakukan Maryani dan Ludigdo (2001) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang dianggap paling dominan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis akuntan. Hasil yang diperoleh dari kuesioner tertutup menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga, pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan. 
            Sedangkan hasil yang diperoleh dari kuesioner terbuka menunjukkan bahwa terdapat 24 faktor tambahan yang juga dianggap berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan dimana faktor religiusitas tetap merupakan faktor yang dominan. 

Sumber : 

MN Alim, T Hapsari, L Purwanti - Simposium Nasional Akuntansi X, 2007 - academia.edu

KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI

Etika profesi akuntansi yaitu suatu ilmu yang membahas perilaku atau perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai akuntan.

Seperti yang disebutkan di atas, etika ini mengatur bagaimana seorang akuntan melakukan pekerjaannya. Tanpa kode etik, seorang akuntan bisa saja langsung diberhentikan. Karena dalam profesi akuntansi, skandal yang bertentangan dengan kode etik merupakan masalah besar. Itulah sebabnya Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) megeluarkan kode etik yang harus dipatuhi oleh akuntan. Terdapat delapan prinsip dasar etika profesi akuntansi yang harus dipahami oleh setiap akuntan yang menjalankan pekerjaannya. 
  
Perilaku Profesional 
Setiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi sebagai perwujudan tanggungjawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja, dan masyarakat umum. Dalam upaya memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaan, akuntan professional sangat tidak dianjurkan mencemarkan nama baik profesi. Akuntan wajib mempunyai sikap jujur dan dapat dipercaya. 
Tanggung Jawab Profesi
Seorang akuntan dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional, harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional terhadap semua kegiatan yang dilaksanakannya. Anggota memiliki tanggung jawab kepada pemakai jasa mereka dan tanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota demi mengembangkan profesi akuntansi serta memelihara kepercayaan masyarakat. Semua usaha tersebut diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi. 
Standar Teknis 
Setiap kegiatan harus mengikuti standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan berkewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa, selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan. 
Kepentingan Publik 
Anggota akuntan profesional berkewajiban untuk bertindak dalam rangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik serta menunjukkan sikap profesionalisme. Salah satu ciri dari profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan juga memegang peranan penting di masyarakat. Arti publik dari profesi akuntan meliputi klien, pemerintah, pemberi kredit, pegawai. Investor, dunia bisnis dan pihak-pihak yang bergantung kepada integritas dan objektivitas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis dengan tertib. 
Integritas 
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. 
Kerahasiaan 
 Prinsip kerahasiaan mengharuskan setiap akuntan untuk tidak melakukan hal berikut ini.
a. mengungkapkan informasi rahasia yang diperolehnya dari hubungan profesional dan hubungan bisnis pada pihak di luar kantor akuntan atau organisasi tempat akuntan bekerja tanpa diberikan kewenangan yang memadai dan spesifik, terkecuali jika mempunyai hak dan kewajiban secara hukum atau profesional untuk mengungkapkan kerahasiaan tersebut.
b. Menggunakan informasi rahasia untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga. Informasi yang diperoleh baik melalui hubungan profesional maupun hubungan bisnis.
 Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau di bawah pengaruh pihak lain. 
Kompetensi & Kehati-hatian Profesional
Prinsip kompetensi dan kehati-hatian professional mengharuskan setiap anggota akuntan untuk:
a. Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk menjamin pemberi kerja (klien menerima layanan yang profesional dan kompeten.
b. Bertindak tekun dan cermat sesuai teknis dan profssional yang berlaku ketika memberikan jasa profesional.

 Kesimpulan : 
 Etika profesi akuntansi sangat perlu diperhatikan oleh setiap akuntan untuk menghindari  hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan memahami etika profesi dengan baik, maka akuntan seharusnya dapat bekerja dengan maksimal, salah satunya dengan membuat laporan keuangan yang terperinci. 

Sumber : 
http://ejournal-binainsani.ac.id

Kamis, 02 November 2017

Ethical Governance

·        Governance system 
Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) adalah ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. DalamEthical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan. filsafat pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan sebagai fondasi pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan yang biasanya dinyatakan pada pembukaan UUD negara.Dalam ilmu kaedah hukum (normwissen chaft atau sollenwissens chaft) menurut Hans Kelsen yaitu menelaah hukum sebagai kaedah dengan dogmatik  hukum  dan sistematik hukum meliputi  Kenyataan idiil (rechts ordeel)  dan  Kenyataan Riil (rechts werkelijkheid). Kaedah merupakan patokan atau pedoman atau batasan prilaku yang “seharusnya”. Proses terjadinya kaedah meliputi : Tiruan (imitasi) danPendidikan (edukasi). Adapun macam-macam kaedah mencakup, Pertama : Kaedah pribadi, mengatur kehidupan pribadi seseorang, antara lain : Kaedah Kepercayaan, tujuannya adalah untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau hidup beriman. meliputi : kaedah fundamentil (abstrak), contoh : manusia harus yakin dan mengabdi kepada Tuhan YME. Dan kaedah aktuil (kongkrit), contoh : sebagai umat islam, seorang muslim/muslimah harus sholat lima waktu.Kaedah Kesusilaan, tujuannya adalah untuk kebaikan hidup pribadi, kebaikan hati nurani atau akhlak. Contoh : kaedah fundamentil, setiap orang harus mempunyai hati nurani yang bersih. Sedangkan kaedah aktuilnya, tidak boleh curiga, iri atau dengki.Dengan begitu Good governance merupakan tuntutan yang terus menerus diajukan oleh publik dalam perjalanan roda pemerintahan. Good governance dapat diartikan bahwa good governance harus menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang berhubungan dengan nilai-nilai kepemimpinan. Good governance mengarah kepada asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pencapaian visi dan misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan kapabilitas pemerintahan serta mekanisme sistem kestabilitas politik dan administrasi negara yang bersangkutan.Untuk penyelenggaraan Good governance tersebut maka diperlukan etika pemerintahan. Etika merupakan suatu ajaran yang berasal dari filsafat mencakup tiga hal yaitu :
  • Logika, mengenai tentang benar dan salah.
  • Etika, mengenai tentang prilaku baik dan buruk.
  • Estetika, mengenai tentang keindahan dan kejelekan.
Etika pemerintahan ini juga dikenal dengan sebutan Good Corporate Governance. Menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. LembagaCorporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.

  •          BUDAYA ETIKA
Gambaran mengenai perusahaan, mencerminkan kepribadian para pimpinannya Budaya etika adalah perilaku yang etis. Penerapan budaya etika dilakukan secara top-down. Langkah-langkah penerapan:
1.      Penerapan Budaya
Etika Corporate Credo : Pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang dianut dan ditegakkan perusahaan.
a.       Komitmen Internal :
  •          Untuk perusahaan terhadap karyawan
  •          Untuk karyawan terhadap perusahaan
  •          Untuk karyawan terhadap karyawan lain.
b.      Komitmen Eksternal:
  •          Untuk perusahaan terhadap pelanggan
  •          Untuk perusahaan terhadap pemegang saham
  •          Untuk perusahaan terhadap masyarakat 
2.      Penerapan Budaya Etika
Program Etika : Sistem yang dirancang dan diimplementasikan untuk mengarahkan karyawan agar melaksanakan corporate credo.Contoh : audit etika Kode Etik PerusahaanLebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya. Contoh : IBM membuat IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM).
  •          MENGEMBANGKAN STRUKTUR ETIKA KORPORASI
Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
  •          KODE PERILAKU KORPORASI ( CORPORATE CODE OF CONDUCT)
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.
  •          EVALUASI TERHADAP KODE PERILAKU KORPORASI
            Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
          Ada 3 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance di PT NINDYA KARYA (Persero)
  1. Pengambilan keputusan bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, tata kerja korporat, kebijakan dan struktur organisasi.
  1. Mendorong untuk pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya secara efektif dan efisien.
  1. Mendorong dan mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stake holder lainnya.
    Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan 6 instrumen-instrumen yang menunjang :
1. Code of corporate governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
2. Code of conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara  perusahaan dengan karyawannya.
3. Board manual, panduan bagi  komisaris dan  direksi yang mencakup keanggotaan, tugas, kewajiban, wewenang serta hak, rapat dewan, hubungan kerja antara komisaris dengan direksi serta panduan operasional best practice
4.  Sistim manajemen risiko, mencakup prinsip-prinsip tentang manajemen risiko dan implementasinya.
5.     An auditing committee contract–arranges the  organization and  management of the  auditing  committee along with  itsscope of work.
  1. Piagam komite audit, mengatur tentang organisasi dan tata laksana komite audit serta ruang lingkup tugas.
  •          Pengaruh etika terhadap budaya
Etika Personal dan etika bisnis merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku manajer yang terinternalisasi menjadi perilaku organisasi yang selanjutnya mempengaruhi budaya perusahaan.
Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan maka hal tersebut berpotensi menjadi dasar kekuatan persusahaan yang pada gilirannya berpotensi menjadi sarana peningkatan kerja. 


Sumber : 
Syafiie, Inu Kencana. 1994. Etika Pemerintahan. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Kamis, 26 Oktober 2017

Perilaku Etika dalam Profesi Akuntansi

Profesi Akuntan
Akuntan publik adalah seorang praktisi dan gelar professional yang diberikan kepada akuntan di Indonesa untuk memberikan jasa audit umum dan review atas laporan keuangan, audit kerja dan audit khusus. Akuntan pendidik adalah profesi akuntan yang memberikan jasa berupa jasa pendidikan akuntansi kepada masyarakat melalui lembaga.
Etika Profesi
Etika profesional mencakup perilaku untuk orang-orang profesional yang dirancang baik untuk tujuan praktis maupun untuk tujuan idealistis. Oleh karena itu kode etik harus realistis dan dapat dipaksakan. Etika profesional ditetapkan oleh organisasi bagi para anggotanya yang secara sukarela menerima prinsip-prinsip perilaku profesional lebih keras daripada yang diminta oleh undang-undang. Prinsip-prinsip tersebut dirumuskan dalam bentuk suatu kode etik. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sebagai salah satu profesi sudah memiliki etika profesi dan mewajibkan aturan etika itu diterapkan oleh anggota IAPI. Prinsip-prinsip etika profesi (Isnanto, 2009:7-8) sebagai berikut:
1. Tanggung jawab meliputi:a. Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.b. Tanggung jawab terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya
1. Tanggung jawab profesi
2. Kepentingan publik
3. Integritas
4. Objektivitas
5. Kompetensi dan Kehati–hatian profesional
6. Kerahasiaan
7. Perilaku profesional
8. Standar teknis
Akan tetapi saat ini, IAPI telah merubah prinsip etika profesi akuntan. Terdapat 5 prinsip dari etika profesi yang tercantum dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik tahun 2010 dan setiap praktisi wajib mematuhi prinsip-prinsip
tersebut yakni :
1. Prinsip Integritas
2. Prinsip Objektivitas
3. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional (Professional Competence and Due Care)
4. Prinsip Kerahasian
5. Prinsip Perilaku Profesional


Kode Etik Akuntan
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Rerangka Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia memuat 8 prinsip etika (IAI Kompartemen Akuntan Publik, 2001):
HASIL / KESIMPULAN
hasil menunjukan bahwa akuntan public dan akuntan pendidik memiliki persepsi yang berbeda terhadap etika profesi melalui kode etik profesi akuntan public Indonesia. Untuk variable tanggungjawab profesi dan variable intergitas baik akuntan public maupun akuntan pendidik, keduanya menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikasi terhadap etika profesi. Akan tetapi untuk variable lainnya memiliki perbedaan karena baik akuntan public maupun akuntan pendidik memiliki pandangan yang berbeda, mereka melihat dari sudut pandang yang berbeda.Akuntan publik sebagai pelaksana praktis yang juga merupakan bisnis mereka tentunya mengharapkan sedikit kelonggaran dalam penerapan teknis kode etik akuntan, khususnya yang dinilai menghambat usaha mereka dalam mendapatkan klien. Sebaliknya akuntan pendidik tentunya memiliki pemikiran yang bersifat harapan besar bahwa kode etik IAPI tersebut dapat mengubah pandangan profesi akuntan sebagai profesi yang lebih baik yang dibatasi oleh norma-norma kesepakatan yang akan menguntungkan bagi semua pihak yang terkait dengan proses akuntansi. 

Sumber : 
Purnamasari, D.I., 2002, Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Akuntansi terhadap Kode Etik Akuntan, Assets, Vol.4, No.1.
Regar, M.H., 2007, Mengenal Profesi Akuntan dan Memahami Laporannya, Cetakan Kedua, Jakarta: PT. Bumi Aksara. Robbins, S. P., 2002, Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, Edisi 5, Jakarta: Erlangga.
Sihwahjoeni, dan M. Gudono, 2000, Persepsi Akuntan terhadap Kode Etik Akuntan, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,
Sugiono, 2003, Metode Penelitian Bisnis, CV Alfabeta: Bandung. Sularso, S., 2003, Metode Penelitian Akuntansi: Sebuah Pendekatan Replikasi, Yogyakarta: BPFE.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembina dan Pengembangan Bahasa, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 2, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka.
Utami, W., dan Indriawati, 2006, Muatan Etika Dalam Pengajaran Akuntansi Keuangan dan Dampaknya Terhadap Persepsi Etika Mahasiswa: Studi Eksperimen, Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang, Agustus.
Winarna, J., dan N. Retnowati, 2003, Persepsi Akuntan Pendidik, Akuntan Publik dan Mahasiswa Akuntansi terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia, Simposium Nasional Akuntansi VI, Oktober.
_______, 2004, Persepsi Akuntan Pendidik, Akuntan Publik, dan Mahasiswa Akuntansi terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia, Jurnal Perspektif,
Wulandari, R., dan S. Sularso, 2002, Persepsi Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia, Perspektif,.

Perilaku Etika dalam Bisnis

         Secara etimologi (asal kata) etika berasal dari kata “ethicus” (Bahasa Latin) dan “eticos” (Bahasa Yunani) yang memiliki makna “kebiasaan”. Menurut Harmon Chaniago (2013:237) etika adalah nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, didasarkan pada kebiasaan mereka. Hal ini dipertegas oleh Barten dalam Gustina (2008:138) “etika dapat diartikan sebagai nilai-nilai dan normanorma moral dalam suatu masyarakat. Di sini terkandung arti moral atau moralitas seperti apa yang boleh dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan yang pantas atau tidak, dan sebagainya.” 
         Dari beberapa definisi di atas mengenai etika, dapat kita tarik kesimpulan bahwa etika adalah hal yang penuh dengan pandangan atau nilai yang dianut oleh masyarakat, di mana dasar nilai itu dibangun dari kebiasaan yang mereka lakukan. 
         Bila kita lihat lebih jauh, ada perbedaan yang nyata antara etika dan etiket. Etiket berasal dari Bahasa Prancis “Etiquette” yang berarti kartu undangan yang dipakai oleh raja-raja prancis dalam mengadakan acara formal. Pada kartu undangan tersebut tertera aturan yang harus diikuti bila akan menghadiri undangan seperti: pakaian, dasi, tempat duduk dan sebagainya. Dalam perkembangannya etiket lebih menitik beratkan pada sikap dan perbuatan yang lebih real (applicative), ia berbicara apa yang seharusnya dilakukan sesuai aturan yang ada. Dalam wujudnya etiket dapat dilihat dari tata karma, sopan santun, norma, perbuatan, kelakuan dan tindak tanduk. (Wursanto dalam Harmon, 2013:238). 
         Bisnis adalah kegiatan-kegiatan teratur melayani dalam suatu kebutuhan yang bersifat umum (artinya: non personal) sambil memperoleh pendapatan (income) (Pandji:113). Hal ini dipertegas Skinner dalam Pandji (2007:6) “bisnis adalah pertukaran barang, jasa atau uang yang saling menguntungkan atau memberikan manfaat. Sedangkan menurut arti dasarnya, bisnis memiliki makna sebagai the buying and selling of goods and services. Sedangkan perusahaan bisnis adalah organisasi yang terlibat dalam pertukaran barang, jasa, atau uang untuk menghasilkan keuntungan.” 
         Dahulu bisnis dilakukan dengan cara barter¸ yaitu kegiatan tukar-menukar barang atau jasa yang terjadi tanpa menggunakan uang sebagai perantara, selanjutnya manusia dihadapkan pada kenyataan bahwa apa yang mereka hasilkan sendiri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memperoleh barangbarang yang tidak dapat dihasilkan sendiri mereka mencari dari orang yang mau menukarkan barang yang dimilikinya dengan barang lain yang dibutuhkannya. Jadi barter adalah kegiatan tukar menukar barang. 
           Menurut Pandji (2007:113) etika bisnis adalah Etika (Ethics) yang menyangkut tata pergaulan di dalam kegiatan-kegiatan bisnis. Bisnis adalah kegiatan-kegiatan teratur yang melayani kebutuhan yang bersifat umum (artinya: non-personal) sambil memeperoleh pendapatan (Income). Jika di dalam “pendapatan” itu dikalkulasikan laba, maka bisnis tersebut bersifat komersial. 

Prinsip-Prinsip Etika dan Perilaku Bisnis 
          Menurut pendapat Michael Josephson dalam Pandji (2007:125), secara universal, ada 10 prinsip etika yang mengarahkan perilaku, yaitu : 
1. Kejujuran, yaitu penuh kepercayaan, tidak curang, dan tidak berbohong. 
2. Integritas, yaitu memegang prinsip, melakukan kegiatan terhormat, tulus hati, berani dan penuh pendirian, tidak bermuka dua, tidak berbuat jahat dan saling percaya. 
3. Memelihara janji, yaitu selalu menaati janji, patut dipercaya, penuh komitmen, patuh. 
4. Kesetiaan, yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, teman, karyawan, dan negara; jangan menggunakan atau memperlihatkan informasi yang diperoleh dalam kerahasiaan; begitu juga dalam suatu konteks professional, jaga/lindungi kemampuan untuk membuat keputusan professional yang bebas dan teliti, hindari hal yang tidak pantas dan konflik kepentingan. 
5. Kewajaran/Keadilan, yaitu berlaku adil dan berbudi luhur, bersedia untuk mengakui kesalahan; dan memperlihatkan komitmen keadilan, persamaan perlakuan individual dan toleran terhadap perbedaan, jangan bertindak melampaui batas atau mengambil keuntungan yang tidak pantas dari kesalahan atau kemalangan orang lain. Seema Gupta (2010:11) menyatakan bahwa konsep keadilan secara tradisional telah berkaitan dengan hak dan kewajiban. 
6. Suka membantu orang lain, yaitu saling membantu, barbaik hati, belas kasihan, tolong menolong, kebersamaan, dan menghindari segala sesuatu yang membahayakan orang lain. 
7. Hormat kepada orang lain, yaitu menghormati martabat manusia, menghormati kebebasan dan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi semua orang, bersopan santun, jangan merendahkan diri seseorang, jangan memperlakukan seseorang dan jangan merendahkan martabat orang lain. 
8. Kewarganegaraan yang bertanggung jawab, yaitu selalu mentaati hukum/aturan, penuh kesadaran sosial, menghormati proses demokrasi dalam mengambil keputusan. 
9. Mengejar keunggulan, yaitu mengejar keunggulan dalam hal baik dalam pertemuan personal maupun pertanggungjawaban professional, tekun, dapat dipercaya/diandalkan, rajin dan penuh komitmen, melakukan semua tugas dengan yang terbaik berdasar kemampuan, mengmbangkan, dan memperhahankan tingkat kompetensi yang tinggi. 
10. Dapat dipertanggung jawabkan, yaitu memilki tanggung jawab, meneri,a tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya, dan selalu mencari contoh. 

         Sementara Sonny Keraf dalam Sorta (2008:18) menyebutkan bahwa secara umum ada lima prinsip etika bisnis, yaitu : 
1. Prinsip Otonomi 
2. Prisip Kejujuran 
3. Prisip Keadilan 
4. Prinsip Saling Menguntungkan, dan 
5. Prinsip Integritas Moral. 

Cara-cara Memepertahankan Standar Etika 
         Menurut pandji (2007:127), ada beberapa cara untuk mempertahankan standar etika, dianataranya adalah sebagai berikut : 
1. Ciptakan kepercayaan perusahaan, kepercayaan perusahaan dalam menetapkan nilai-nilai perusahaan yang berdasar tanggung jawab etika bagi stakeholders. 
2. Kembangkan kode etik, kode etik merupakan suatu catatan tentang standar tingkah laku dan prinsip-prinsip etika yang diharapkan perusahaan dan karyawan. 
3. Jalankan kode etik secara adil dan konsisten, manajer harus mengambil tindakan apabila merasa melanggar etika. Bila karyawan mengetahui, bahwa yang melanggar etika tidak dihukum, maka kode etik menjadi tidak berarti apa-apa. 
4. Lindungi hak perorangan, akhir dari semua keputusan setiap etika sangat tergantung pada individu. Melindungi seseorang dengan kekuatan prinsipprinsip moral dan nilai-nilainya merupakan jaminan yang terbaik untuk menghindari penyimpangan etika. Untuk membuat keputusan-keputusan etika seseorang harus memiliki : 
  a. Komitmen etika, yaitu tekad seseorang untuk bertindak secara etis dan melakukan sesuatu yang 
      benar, 
  b. Kesadaran etika, yaitu kemampuan untuk merasakan implikasi etika dari suatu situasi, 
  c. Kemampuan kompetensi, yaitu kemampuan untuk menggunakan suara pikiran moral dan 
     mengembangkan strategi pemecahan masalah secara praktis. 
5. Adakan pelatihan etika, balai kerja merupakan alat untuk meningkatkan kesadaran para karyawan. 
6. Lakukan audit etika secara periodic, audit merupakan cara yang terbaik untuk mengevaluasi efektivitas sistem etika. Hasil evaluasi tersebut akan memberikan suatu sinyal kepada karyawan bahwa etika bukan sekedar iseng. 
7. Pertahankan standar yang tinggi tentang tingkah laku, jangan hapus aturan. Tidak ada seorangpun yang dapat mengatur etika dan moral. Akan tetapi manajer bisa saja membolehkan orang untuk mengetahui tingkat penampilan yang mereka harapkan. Standar tingkah laku sangat penting untuk menekankan bahwa betapa pentignya etika dalam organisasi. Setiap karyawan harus mengetahui bahwa etika tidak bisa dinegoisasi atau ditawartawar. 
8. Hindari contoh etika yang tercela setiap saat. Etika diawali dari atasan, atasan harus memberi contoh dan menaruh kepercayaan kepada bawahannya. 
9. Ciptakan budaya yang menekankan komunikasi dua arah. Komunikasi dua arah sangat penting, yaitu untuk menginformasikan barang dan jasa yang kita hasilkan dan untuk menerima aspirasi untuk perbaikan perusahaan. 
10. Libatkan karyawan dalam mempertahankan standar etika. Para karyawan diberi kesempatan untuk memebrikan umpan balik tentang bagaimana standar etika dipertahankan. 

Kesimpulan 
         Jadi, etika bisnis merupakan suatu pedoman yang sangat penting dalam kegiatan bisnis, pelaku bisnis harus mampu memahami dan mengintrepretasikan apa yang dimaksud dengan etika bisnis. Etika bisnis menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan, maksudnya adalah keberlangsungan hidup suatu perusahaan bergantung pada bagaimana cara penerapan etika bisnis oleh pelaku bisnis. 
     Dengan terapkannya etika dalam bisnis, maka secara tidak langsung dapat menumbuhkan kepercayaan dari rekan kerja, masyarakat, dan pelanggan, di mana kepercayaan merupakan sebuah modal yang sangat penting agar kelangsungan hidup perusahaan tetap terjamin. Maka dari itu, perusahaan memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan standar etika. 
       Dengan terciptanya kesadaran akan pentingnya etika bisnis, maka akan ada banyak pihak yang mendapat keuntungan, diantaranya adalah pelaku bisnis itu sendiri, pelanggan, serta masyarakat serta pemerintah. Dengan menerapkan etika bisnis, dapat membantu tatanan ekonomi menjadi lebih baik dan dapat mengingkatkan tanggung jawab sosial perusahaan. 

Sumber : 
Hanie, Kurniawati. 2015. "LITERATUR REVIEW: PENTINGKAH ETIKA BISNIS BAGI PERUSAHAAN ?", Jurnal Etika Bisnis.