Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang
terdapat antara manajer dan pemegang saham. Untuk itu diperlukan pihak ketiga
(Akuntan Publik) yang dapat memberi keyakinan kepada investor dan kreditor
bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen dapat dipercaya.
Dalam melaksanakan tugas auditnya seorang auditor harus berpedoman pada
standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yakni
standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Selain standar
audit, seorang auditor juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur
tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian professional,
kerahasiaan, perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam
menjalankan profesinya.
Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lainnya
yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan
publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Adapun pertanyaan dari
masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin
besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan akuntan publik baik di luar
negeri maupun di dalam negeri. Skandal di dalam negeri misalnya pada kasus
keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh
akuntan publik yang menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam
(Christiawan,2003).
Berbagai pandangan tentang kualitas audit dikemukakan oleh para ahli,
De Angelo (1981) menyatakan bagaimana seorang auditor akan menemukan lalu
melaporkan penyimpangan yang ditemui saat pemeriksaan laporan keuangan.
Menurut Rosnidah (2010) adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai dengan
standar sehingga mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi
pelanggaran yang dilakukan klien. Selain itu AAA Financial Accounting Committe
(2000) dalam Christiawan (2003:83) menyatakan bahwa “Kualitas audit
ditentukan oleh 2 hal yaitu kompetensi dan independensi”. Selanjutnya menurut
Hidayat (2011) selain kompetensi dan independensi kualitas auditor juga
dipengaruhi oleh profesionalisme.
Berkenaan dengan tersebut Bedard (1986) dalam Lastanti (2005:88) mengartikan
kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan
prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit. Dalam
melaksanakan audit, auditor harus bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang
akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal,
yang selanjutnya melalui pengalaman dan praktek audit (SPAP,2011). Selain itu
auditor harus menjalani pelatihan teknis maupun pendidikan umum. Dengan
demikian auditor harus memiliki kompetensi dalam pelaksanaan pengauditan agar
dapat menghasilkan audit yang berkualitas. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Alim dkk (2007); Elfarini (2007); Efendy (2010); Indah (2010); Irwansyah (2010)
menyatakan bahwa kompetensi mempengaruhi kualitas suatu audit. Sebaliknya
Budi (2004) dan Oktavia (2006) menyatakan bahwa kompetensi tidak
mempengaruhi kualitas suatu audit.
Namun sesuai dengan tanggungjawabnya untuk menaikkan tingkat keandalan
laporan keuangan suatu perusahaan maka akuntan publik tidak hanya perlu
memiliki kompetensi atau keahlian saja tetapi juga harus independen dalam
melakukan audit, karena tanpa adanya independensi masyarakat tidak dapat
mempercayai hasil audit. Dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan oleh
independensinya (Indah,2010).
Pernyataan diatas di dukung dengan hasil penelitian oleh Harhinto (2004); Alim
dkk (2007); Elfarini (2007); Indah (2010); Irwansyah (2010). Tetapi sebaliknya
Samelson et al (2006); Purnomo (2007); Efendy (2010); Haryani (2011) dan
Rahmawati (2011) menemukan bahwa independensi tidak mempengaruhi kualitas
audit.
Tidak hanya kompetensi dan independensi, seorang auditor juga harus
mempunyai sikap profesionalisme. Yang menurut Arens & Loobecke (2009)
profesionalisme adalah suatu tanggung jawab yang dibebankan lebih dari sekedar
dari memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari
sekedar dari memenuhi Undang-undang dan peraturan masyarakat.
Profesionalisme ini menjadi syarat utama bagi seseorang auditor eksternal seperti
auditor yang terdapat pada Kantor Akuntan Publik (KAP). Sebab dengan
profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor akan semakin terjamin. Untuk
menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab yang semakin luas, auditor
eksternal harus memiliki wawasan yang luas tentang kompleksitas organisasi
modern. Penelitian yang dilakukan oleh Irwansyah (2010); Martiyani (2010);
Nisfusa (2010); Rosnidah dkk (2010); Setiawan (2012) menunjukkan bahwa
profesionalisme mempengaruhi kualitas audit. Tetapi Wahyudi (2006); Hidayat
(2011) menyatakan bahwa profesionalisme tidak mempengaruhi kualitas audit.
Kualitas auditor sebagai kemungkinan auditor untuk menemukan pelanggaran
atau kesalahan pada sistem akuntansi klien dan melaporkan pelanggaran tersebut
(De Angelo, 1981) Kedua hal tersebut merupakan mutlak dan tidak dapat
dipisahkan dari pengertian kualitas auditor.
Menurut Rosnidah (2010) kualitas audit adalah pelaksanaan audit yang dilakukan
sesuai dengan standar sehingga mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila
terjadi pelanggaran yang dilakukan klien. Kualitas audit menurut Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyatakan bahwa audit yang dilakukan
auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar
pengendalian mutu.
Dari pengertian kualitas audit di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas
audit merupakan segala kemungkinan dimana auditor pada saat mengaudit
laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem
akuntansi klien dan melaporkannya dalam bentuk laporan keuangan auditan,
dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar
auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan.
Sumber :
R Agusti, NP Pertiwi - Jurnal Ekonomi, 2013 - ejournal.unri.ac.id